Kamis, 02 Desember 2010

KAMPUNG INGGRIS PARE (BEC-EECC)




Sebagian pembaca tentu sudah tahu atau minimal pernah dengar istilah ‘KAMPUNG INGGRIS’ di Pare, salah satu Kecamatan di Kabupaten Kediri bagian Utara, berbatasan dengan Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang Jawa Timur. Bagi yang belum tahu, anggap saja ini sebagai informasi tambahan.


Klaim sebagai KAMPUNG INGGRIS di daerah tersebut terutama di Dusun Singgahan Desa Pelem dengan Dusun Tulungrejo C (Mangunrejo), saya dulukan Tulungrejo C karena dusun ini berbatasan dengan dusun Singgahan, sama dusun Tulungrejo B (Mulyoasri) memang agak hyperbole atau lebay (berlebihan).


Berita yang ter-blow up- selama ini baik lewat televisi, atau lewat media cetak memang agak ‘kelewatan’ kalau tidak mau dibilang berlebihan. Seperti pemberitaan yang mengatakan bahwa penduduk setempat selalu komunikasi pakai bahasa Inggris, kalau ‘ngomong’ dengan tetangga pakai bahasa Inggris, para penjual bahan kebutuhan sehari-hari selalu berbahasa inggris dengan anak-anak kursus. Percayakah pembaca? Silakan buktikan sendiri.


Pernah ketika Pak Kalend awal mendirikan kursus Bahasa Inggris BEC (Basic English Course) sekitar pertengahan bulan Juni 1977 punya obsesi mengembangkan kursusnya kepada warga masyarakat sekitar selaku mitra kerja untuk “bekerjasama” agar para peserta kursus terus mempraktikkan bahasa Inggrisnya tidak hanya di kelas, tapi di juga di rumah kos masing-masing termasuk dengan bapak/ibu kos. Makanya pak Kalend sering mengumpulkan para mitra kerjanya tersebut baik pemilik kos, pemilik warung dll dikursusi bahasa Inggris. Waktu itu kursusan belum sebanyak sekarang. Dan kegiatan “extra” untuk mitra kerja pak Kalend tersebut sekarang sudah tidak ada lagi.


Tidak memungkiri bahwa kenyataan sekarang kursusan bahasa Inggris di Pare sekarang mencapai lebih dari 60 lembaga. Alhamdulillah-nya pendirian kursus atau pendidikan non formal ini tidak dianggap ‘sulit’ oleh pengelola, dan juga tidak dipersulit oleh dinas terkait, sehingga banyak dari alumni yg berasal dari luar daerah pada kerasan di Pare untuk mengembangkan kreatifitasnya.


Semangat dari para peserta dan pengelola kursus perlu saya acungi jempol. Meski tidak pernah dapat subsidi dari pemerintah semacam block grand dsb, mereka baik dari pagi, siang, sampai malam terus ada kegiatan pembelajaran tanpa mengenal lelah. Padahal biaya pembelajaran bisa dikatakan sangat murah. Kalau boleh disebutkan satu bulan biaya belajar sekitar Rp 100.000,- an bahkan ada yang dibawahnya, kegiatan kursus masuk dengan durasi 90 menit persession kali 3 pertemuan setiap harinya. Dan satu minggu masuk 5 hari.


Meski hasil karya dari pengelola kursus di pare sudah go internasional tapi maaf, yang agak ironi mereka “belum memperoleh” NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dari dinas terkait. Aneh bukan? Tapi apalah artinya sebuah formalitas. Sekarang banyak guru yang mengejar sertifikasi ternyata bukan untuk peningkatan kualitas SDM tapi untuk memenuhi bang-‘saku’. Ini hanya asumsi saya saja, tentu bisa salah asumsi ini. Yang penting tetap semangat bekerja. SEPI ING PAMRIH RAME ING GAWE.


Penulis adalah direktur EECC Pare web http://eeccpare.blogspot.com dan mantan ketua DPC HIPKI (Himpunan Penyelenggara Kursus Indonesia) Kabupaten Kediri 2004 – 2009

1 komentar:

Machmud El WA mengatakan...

Ass lmkm wr WB. Salam kenal sy Machmud kemarin sowan dalem panjenengan.