Ini adalah foto kedua orang tuaku, tapi sekarang tinggal ibuku saja yang masih hidup. Ayahku meninggal pada tahun 2002. Foto ini diambil saat kedua orang tuaku baru tiba dari tanah suci menunaikan ibadah haji tahun 1997. Saya baru sadar bahwa kebaikan seseorang akan begitu terasa ketika kita ditinggal pergi olehnya.
Ya, almarhum ayahku adalah orang yang sangat berarti dalam hidupku. Beliau sangat keras dalam mendidik anak-anaknya. Kami empat bersaudara, kedua kakakku perempuan semua, kemudian aku dan adikku laki-laki. Aku merasa sangat kehilangan ayahku saat beliau wafat. Aku pernah sempat membenci ayahku karena ayahku begitu keras, ternyata akulah yang salah dalam menerima didikan ayahku, aku baru sadar dan merasakan kebenaran doktrin orang tuaku setelah ayahku tiada dan setelah aku dewasa.
Waktu aku masih usia sekolah aku merasa “dipaksa” oleh orang tuaku terutama oleh ayahku untuk belajar dan belajar. Pokoknya tidak boleh bermain, titik. Waktu saya usia SD, saya kurang bebas bermain dengan teman-teman sebayaku. Ketika saya ketahuan bermain kelereng, layang-layang, petak umpet sehabis sekolah pasti dimarahi. Akhirnya oleh ayahku aku disekolahkan di Madrasah Diniyah siang hari, tempatnya di desa sebelah, sekitar 2 kilometer dari rumah. Waktu itu aku kelas
Ketika aku tamat SD tahun 1979 saya baru kelas VI MI, maka saya harus menambah satu tahun menamatkan MI dulu. Begitu selesai MI tahun 1980 saya langsung masuk MTs di lembaga yang sama MTs Mazro’atul Huda Wonorenggo Karanganyar Demak masuk pagi, tapi kalau siang saya disuruh sekolah lagi, akhirnya saya masuk SMP Islam Al-Ma’ruf Kudus. Sedangkan kalau malam habis Isya’ saya masih harus belajar lagi (ngaji sorogan) ilmu agama sedangkan sehabis Shubuh ngaji Al-Qur’an ke Kiai kampung saya yaitu KH. Abdul Khafidz Syathori (sekarang ketua Dewan Syuro DPC PKB Kab. Demak) Setelah tamat dari MTs, tahun 1983 saya masuk SMA Islam Al-Ma’ruf Kudus siang hari, kalau pagi saya belajar di Madrasah Diniyah Kradenan Kudus dibawah pimpinan KH. Sya’roni Ahmadi, malamnya saya belajar di pondoknya KH Ma’ruf Langgar Dalem Kudus sekaligus nyantri disana.
Setelah tamat SMA tahun 1986 oleh orang tuaku aku disuruh belajar lagi ke jenjang pendidikan berikutnya. Aku sangat kasihan sekaligus kagum sama orang tuaku yang begitu gigih memperjuangkan anak-anaknya di dunia pendidikan. Masalahnya orang tuaku bukanlah orang kaya yang kelebihan harta. Beliau seorang petani kecil yang hanya punya beberapa petak tanah. Tapi semangat untuk meminterkan anaknya yang saya acungi jempol.
Hidup di kampung jauh dari listrik, kurang informasi, ekonomi belum mapan, rasanya berat menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. Saya masih ingat ketika saya tamat MI tahun 1980, kakak saya yang kedua tamat Madrasah Tsanawiyah Mualimat Kudus, sedang kakak saya yang pertama tamat Madrasah Aliyah Mualimat Kudus, tapi oleh ayahku kakaku yang “cuma" seorang perempuan desa itu "dipaksa" kuliah. Akhirnya kakakku kuliah di IAIN
Akhirnya tahun 1986 aku meninggalkan kampung halamanku untuk pergi ke
Aku masih ingat ketika aku pamitan berangkat ke
Tidak ada komentar:
Posting Komentar