Sabtu, 05 November 2011

CATATAN KECIL DARI ARAFAH


Ada hal menarik pada musim haji tahun 2009 yang tidak bisa saya lupakan. Musim haji tersebut kebetulan saya didapuk menjadi Karom (Ketua Rombongan). Tugas utamanya adalah bertanggung jawab kepada jamaah sebanyak 44 peserta dalam memanage aktivitas haji.

Agenda yang sudah pasti adalah pada tanggal 8 Dzulhijjah setelah sholat dzuhur para jemaah siap-siap berangkat menuju Arofah. Keberangkatan ke Arofah berdasarkan nomor urut rombongan/kloter yang dirapatkan para petugas haji dan karom sehari sebelumnya dalam satu maktab.

Satu maktab biasanya berisi sekitar 5 sampai 7 kloter. Satu kloter beranggotakan antara 350 sampai 450 jamaah. Sehingga satu maktab bisa jadi berisi sekitar 2000 jamaah bahkan lebih tergantung kapasitasnya.

Waktu rombongan mau berangkat, tiba-tiba hujan deras, sehingga keberangkatan kami ke Arofah agak molor, bahkan di Jedah sempat banjir sekitar 2 meter waktu itu. Akhirnya kami berangkat ke Arofah setelah maghrib dan sampai di Arofah tenda dan karpet basah semua.

Singkat cerita ketika sudah selesai wukuf semua jamaah dipersiapkan untuk dibawa ke Muzdalifah dalam rangkat mabit dan ambil batu kecil setelah sholat Jamak Maghrib Isya’.

Semua jamaah haji diangkut bus untuk dibawa ke Muzdalifah sesuai dengan urutannya. Yang menjadi keprihatinan saya disini adalah kapasitas bus yang terbatas tapi diisi penumpang para jamaah haji berlebihan. Saya jadi “trenyuh” ketika melihat para jamaah yang sepuh kemudian dipaksa, ditarik2 naik bus yang sudah penuh.

Sebetulnya armada bus ini adalah tanggung jawab maktab, juga para crew- bus dari maktab dimana kita tinggal. Tapi servis dan pelayanan para petugas ini yang kurang layak.

Ketika giliran rombongan saya mau naik bus, dan saya melihat busnya penuh karena digabung dengan rombongan lain maka saya membuat kesepakatan dengan jamaah saya terutama para ketua regu untuk tidak naik bus karena penuh.
Akhirnya saya melarang jamaah saya untuk naik bus yang penuh tersebut. Saya sempat beradu mulut sama crew bus minta bus yang masih kosong, tapi saya justru didamprat habis2an oleh crew bus dan team dari maktab. Mengingat saya pakai pakaian ihrom dan ada larangan jidal ya udah saya biarkan aja mereka ngomel dan marah-marah. Tidak saya layani.

Saya dan rombongan akhirnya dikasih hukuman (punishment) yaitu tidak boleh naik bus, kami serombongan kemudian dimasukkan ke area antrean terus dikarantina, tidak boleh keluar pagar. Saya ikuti aturan main mereka selaku penanggung jawab maktab. Tapi ada jamaah saya yang tidak komit, dia menerobos pagar pembatas kemudian ikut rombongan lain dan berangkat duluan ke Muzdalifah.

Akhirnya kami dan rombongan baru diberangkatkan ke Muzdalifah setelah semuanya yang di Arofah sudah terangkut bus. Kami sampai di Muzdalifah pukul 12.30 malam.

Saya membayangkan bahwa saya nanti keluar dari Muzdalifah kira-kira sekitar pukul 8 pagi mengingat para jamaah begitu banyak, kami yang terakhir dan harus antri keluar satu persatu. Ya sudah, kudu sabar, memang resiko yang harus saya tanggung. Maka ketika kami sampai di Muzdalifah jamaah saya saranin ngumpulin kerikil untuk jumroh aqobah besuk pagi.

Tapi keajaiban terjadi, ketika kami sedang mabit dan mengumpulkan batu kerikil tiba-tiba ada bus dari maktab kami lewat mintu belakang tempat kami masuk pagar Muzdalifah, mengajak kami pergi ke Mina duluan, sehingga semua teman2 rombongan saya ajak naik bus untuk ke Mina, karena di Muzdalifah sudah cukup, dan langsung ke Jamarot sekitar pukul 2 malam untuk melakukan Jumroh Aqobah. Setelah selesai kami dan rombongan langsung tahalul awal, dan tidur di tenda lebih awal. Sementara teman saya yang menerobos duluan, baru pukul 8 pagi sampai di tenda dan belum melakukan Jumroh Aqobah. Pengalaman ini betul-betul tidak bisa saya lupakan. Subhanallah.



Tidak ada komentar: